Pada mulanya ada alat: besi, jalan, dan mesin — dipasang di tangan manusia, menyalakan denyut awal. Namun seperti api kecil, ia cepat padam bila kayu tak ditambah.
Lalu datang angin pengetahuan dari jauh: benih asing dibawa, cara baru dibisikkan. Tanah memberi panen lebih, kota berkilau. Tetapi hidup dari angin orang lain, adalah hidup yang rapuh ketika arah tiba-tiba berubah.
Kemudian, di kedalaman tanah, tumbuh hutan kompleksitas: akar berjalin, batang bersilang, bunga dan buah saling menghidupi. Di sinilah kekuatan sejati, sebab hutan bertahan meski musim kering, dan selalu menemukan jalan untuk berbunga kembali.
Namun hutan pun tak akan tumbuh tanpa tanah gaib inovasi: kesuburan yang datang dari sekolah yang menyalakan rasa ingin tahu, lembaga yang menjaga janji, jalan yang mengikat pasar, dan budaya yang merawat keberanian sekaligus kegagalan.
Bila alat, angin, hutan, dan tanah itu berpadu, pertumbuhan menjelma doa panjang: musik sunyi yang mengalir dalam sejarah, di mana bangsa-bangsa menemukan suara mereka sendiri — lalu meniupkannya ke angkasa, seperti dupa yang terbakar, harum, dan abadi.
Images from David Clode and openclipart